diposkan pada : 17-12-2019 11:49:03

Bisnis Usaha Kecil Menengah (UKM) atau Usaha Mikro Kecil Menengah(UMKM) saat ini sudah mulai diminati oleh banyak orang. Namun, sebagai pemilik UKM atau UMKM, tentu Anda juga berkewajiban untuk membayar pajak. Lalu, apa saja jenis Pajak UKM/UMKM yang harus dibayar dan dilaporkan? Berapa tarif Pajak khusus UKM/UMKM? Di mana dan bagaimana cara membayar Pajak tersebut? Sebelum membahas masalah perpajakan khusus UKM/UMKM, berikut gambaran umum mengenai apa itu UKM/UMKM.

Kriteria UMKM

Kriteria atau klasifikasi UMKM tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil Menengah. Menurut Undang-Undang tersebut, kriteria UMKM bisa dibedakan dari jumlah aset dan total omzet penjualan selama satu tahun. Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah karyawan juga menjadi variabel penentu kriteria UMKM. Di Indonesia, terdapat empat kriteria UMKM. Empat kriteria tersebut adalah Usaha Besar, Usaha Menengah, Usaha Kecil, da Usaha Mikro.

a. Kategori Usaha Mikro/Industri Rumah Tangga

Usaha Mikro adalah usaha produktif yang dijalankan secara perorangan dan atau suatu badan yang memenuhi persyaratan berikut ini:

  1. Memiliki karyawan kurang dari 4 orang.
  2. Aset (kekayaan bersih) hingga Rp50 Juta per tahun.
  3. Omzet penjualan tahunan hingga 300 Juta per tahun.

b. Kategori Usaha Kecil

Usaha Kecil memiliki definisi yang hampir mirip dengan Usaha Mikro. Namun perbedaannya adalah Usaha Kecil bukan merupakan anak perusahaan atau cabang dari suatu induk perusahaan. Dan Usaha Kecil tidak dikuasai atau menjadi bagian baik secara langsung maupun tidak langsung dari jenis Usaha Menengah atau Usaha Besar. Berikut kriteria dari Usaha Kecil:

  1. Memiliki karyawan lebih dari 5 orang dan kurang dari 19 orang.
  2. Aset (kekayaan bersih) dari Rp50 Juta hingga Rp500 Juta.
  3. Omzet penjualan tahunan dari Rp300 Juta hingga Rp2,5 Miliar

c. Kategori Usaha Menengah

Usaha Menengah adalah usaha yang dijalankan baik oleh perorangan maupun badan yang memiliki persyaratan sebagai berikut:

  1. Memiliki karyawan lebih dari 20 hingga 99 orang.
  2. Aset (kekayaan bersih) antara Rp500 Juta hingga Rp10 Miliar.
  3. Omzet penjualan tahunan antara Rp2,5 Miliar hingga Rp50 Miliar.

d. Kategori Usaha Besar

Usaha Besar adalah jenis usaha ekonomi produktif yang paling tinggi diantara kriteria usaha sebelumnya. Jenis usaha ini biasanya merupakan perusahaan go-public, Badan Usaha Milik Negara atau Swasta yang  yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia. Berikut kriteria dari Usaha Besar:

  1. Memiliki karyawan lebih dari 100 orang.
  2. Aset (kekayaan bersih) lebih dari Rp10 Milliar.
  3. Omzet penjualan tahunan lebih dari Rp50 Milliar.

Pajak Khusus UKM/ UMKM

Berdasarkan UU No. 36 tahun 2008 pasal 2 tentang Pajak Penghasilan (PPh) bahwa setiap orang pribadi, orang pribadi yang memiliki warisan belum terbagi, badan, dan bentuk usaha tetap dikenakan PPh.

Pada saat Anda mendaftarkan perusahaan atau badan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat usaha Anda berdomisili, maka Anda akan mendapatkan SKT atau Surat Keterangan Terdaftar. Di SKT tersebut akan termuat pajak-pajak apa saja yang harus Anda bayarkan. Pajak-pajak tersebut adalah PPh pasal 15, 19, 21, 22, 23, 26, 29, 4 ayat 2, dan PPN. Pengenaan Pajak-Pajak tersebut tergantung pada jenis bisnis dan transaksi yang Anda lakukan dan jumlah omzet usaha Anda dalam setahun.

Namun teruntuk UMKM, sekurang-kurangnya Anda perlu membayar pajak-pajak berikut:

  1. Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2 atau PPh Final (untuk sewa gedung atau kantor, omzet penjualan, dan lainnya)
  2. PPh Pasal 21* (untuk penghasilan karyawan)
  3. PPh Pasal 23* (jika ada transaksi pembelian jasa)

*opsional

Tarif PPh Final Khusus UMKM

Ada perbedaan pengenaan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dalam penghitungan PPh. Bila karyawan UMKM memiliki gaji per bulan kurang dari Rp 32 Juta per tahun, maka pajak yang dikenakan kepada pengusaha atau badan adalah PPh Final.

PPh Final merupakan istilah atau nama lain dari PPh Pasal 4 ayat 2. Terdapat berbagai macam objek PPh Final, seperti untuk sewa bangunan, jasa konstruksi, pajak atas obligasi, pajak atas peredaran bruto (omzet) usaha, dan lainnya.

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013, PPh Final untuk pajak UKM adalah pajak atas penghasilan (omzet) dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak. Dan PPh Final khusus dikenakan pada Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto atau omzet di bawah Rp4,8 Miliar dalam setahun.

Namun pada tanggal 1 Juli 2018, pemerintah mengeluarkan PP Nomor 23 Tahun 2018 mengenai tarif baru teruntuk PPh Final UMKM. Tarif PPh Final yang awalnya dikenakan sejumlah 1% dipangkas menjadi hanya 0,5% dengan ketentuan sebagai berikut:

  • Wajib Pajak Orang Pribadi bisa menikmati tarif PPh Final 0,5% dalam jangka waktu 7 tahun.
  • Untuk WP Badan seperti Koperasi, Persekutuan Komanditer (CV), dan Firma hanya bisa menikmati tarif PPh Final 0,5% dalam jangka waktu 4 tahun.
  • Sedangkan untuk WP Perseroan Terbatas (PT), hanya bisa menikmati tarif PPh Final 0,5% dalam jangka waktu 3 tahun

Cara Menghitung PPh Final UMKM

Sederhananya, semua transaksi penjualan per bulan bisnis Anda harus dijumlahkan terlebih dahulu dan dikalikan 0,5%. Pada tanggal 15 bulan berikutnya, Anda harus membayar PPh Final ke kas negara. Setelah membayarnya, Anda akan mendapatkan bukti bayar pajak atau NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara).

Sebagai contoh, Tuan Agus sebagai WP Orang Pribadi memiliki omzet usaha per bulan sebesar Rp20.000.000 di bulan Agustus 2018. Maka pada tanggal 15 September 2018, Tuan Agus wajib menyetorkan PPh Final terutang sebesar Rp100.000 (Rp20.000.000 x 0,5%).

Cara Membayar PPh Final UMKM

Sebelumnya, Anda sebagai subjek Wajib Pajak harus mempunyai kode pembayaran dari aplikasi e-billing yang tersedia di laman web resmi Direktorat Jendral Pajak (DJP). Setelah memiliki kode pembayaran, Anda bisa langsung membayar melalui kantor pos atau bank yang ditunjuk langsung oleh Kementrian Keuangan (Kemenkeu). Atau Anda juga bisa membayar melalui ATM, Internet banking, dan Mobile Banking sesuai dengan bank yang ditunjuk oleh Kemenkeu.

Setelah menyetor atau membayar pajak, Anda tidak perlu lagi melapor melalui Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa). Hal ini dikarenakan tanggal validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang termuat pada Surat Setoran Pajak PPh Final tersebut dianggap sebagai tanggal telah lapor SPT Masa oleh DJP.

Lalu, bagaimana jika seorang WP tidak memiliki omzet atau mengalami kerugian usaha dalam satu bulan? DJP memberi keringanan terhadap WP yang tidak memiliki omzet usaha atau merugi dengan tidak mewajibkan WP tersebut untuk menyetor atau membayar PPh Final kepada Kas Negara.

Tentunya, tarif Pajak Penghasilan Final sejumlah 0,5% bagi UKM/UMKM diharapkan tidak memberatkan pengusaha UKM/UMKM dalam hal penyetoran terhadap Kas Negara. Hal ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan perekonomian negara dan minat usaha rakyat dalam membangun UKM/UMKM. Dan untuk mempermudah perhitungan pajak usaha atau bisnis, Anda bisa menggunakan Software Akuntansi Accurate.

 

Artikel lainnya »

Artikel lainnya »